Sikap Awal Sahabat Pada Peristiwa Perjanjian Hudaibiyah
Saat Rasulullah SAW menerima Perjanjian Hudaibiyah, beberapa sahabat menunjukkan reaksi yang cukup emosional dan berat hati. Mereka merasa kecewa dan tidak mengerti mengapa Nabi SAW menerima persyaratan yang tampaknya tidak menguntungkan bagi kaum Muslimin. Berikut adalah beberapa sikap, pernyataan, dan perkataan para sahabat yang tercatat saat itu:
1. Umar bin Khattab
Salah satu sahabat yang paling vokal dalam menyuarakan kekecewaannya adalah Umar bin Khattab. Ia merasa perjanjian tersebut tidak adil, karena menurut pandangannya, kaum Muslimin berada dalam posisi yang benar dan mereka memiliki hak untuk menunaikan umrah.
Umar mendatangi Rasulullah SAW dan bertanya dengan nada penuh kebingungan:
"Bukankah engkau utusan Allah?"
Rasulullah SAW menjawab dengan tenang, "Ya, benar."
Umar melanjutkan, "Bukankah kita berada di pihak yang benar dan musuh kita berada di pihak yang salah?"
Nabi SAW menjawab, "Ya, benar."
Umar kemudian bertanya lagi, "Mengapa kita merendahkan agama kita?"
Rasulullah SAW dengan sabar menjawab, "Aku adalah utusan Allah, dan aku tidak akan menyelisihi perintah-Nya. Dialah pelindungku."
Meski mendengar penjelasan dari Rasulullah, Umar masih merasa berat. Ia lalu mendatangi Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat dekat Rasulullah, dan menyampaikan kegusarannya.
Umar bertanya kepada Abu Bakar, "Bukankah ia utusan Allah?"
Abu Bakar menjawab, "Ya, benar."
Umar melanjutkan, "Bukankah kita berada di pihak yang benar dan mereka di pihak yang salah?"
Abu Bakar menjawab tegas, "Ya, benar."
Umar kemudian berkata, "Mengapa kita merendahkan agama kita?"
Abu Bakar menasihati Umar, "Wahai Umar, dia adalah utusan Allah. Jangan berbicara kasar! Ikuti saja apa yang diperintahkan. Aku bersaksi bahwa ia benar-benar utusan Allah dan dia tahu apa yang dia lakukan."
Meski mendapat nasihat dari Abu Bakar, Umar masih merasa bingung dan kecewa, namun ia tetap diam dan mengikuti apa yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW.
2. Sikap Para Sahabat Lain
Para sahabat lainnya juga menunjukkan sikap yang serupa, meski tidak sekeras Umar. Banyak dari mereka yang merasa sangat kecewa dengan isi perjanjian yang membatasi kaum Muslimin dan tampaknya menguntungkan kaum Quraisy. Mereka merasa bahwa mereka berada dalam posisi yang kuat setelah berhasil bertahan dari berbagai peperangan, dan perjanjian ini tampak seperti kekalahan.
Salah satu hal yang paling memberatkan hati para sahabat adalah ketentuan bahwa mereka harus kembali ke Madinah tanpa melaksanakan umrah. Mereka sudah jauh-jauh datang dengan penuh harapan untuk beribadah di Ka'bah, namun sekarang mereka harus pulang tanpa mencapai tujuan itu.
Namun, meskipun kekecewaan melanda, tidak ada sahabat yang berani menentang secara terbuka selain Umar. Mereka menunduk dalam diam, menahan kekecewaan dan kesedihan.
3. Penolakan untuk Mematuhi Perintah Rasulullah SAW
Ketika perjanjian sudah ditandatangani, Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat untuk menyembelih hewan kurban dan tahalul (memotong rambut sebagai simbol selesainya ihram). Namun, untuk pertama kalinya, para sahabat tidak langsung melaksanakan perintah Rasulullah. Mereka merasa sangat terpukul dan kecewa, sehingga mereka hanya diam dan tidak segera melaksanakan apa yang diperintahkan.
Peristiwa ini sangat jarang terjadi, karena biasanya para sahabat selalu siap sedia mengikuti perintah Nabi SAW tanpa ragu. Namun, dalam situasi ini, perasaan kecewa mereka begitu mendalam sehingga membuat mereka sulit untuk bergerak.
Reaksi Rasulullah SAW
Melihat para sahabatnya tidak segera mengikuti perintah, Rasulullah SAW merasa sedih. Beliau lalu masuk ke dalam tendanya dan menemui istrinya, Ummu Salamah. Rasulullah SAW menceritakan situasi yang terjadi, bahwa para sahabat tidak mematuhi perintahnya untuk menyembelih hewan kurban dan tahalul. Ummu Salamah, yang bijaksana, memberikan nasihat kepada Rasulullah SAW:
"Wahai Rasulullah, pergilah dan jangan berbicara kepada mereka. Sembelihlah hewanmu dan cukurlah rambutmu sendiri. Jika mereka melihatmu melakukannya, mereka akan mengikutimu."
Rasulullah SAW mengikuti nasihat Ummu Salamah. Beliau keluar dari tendanya, menyembelih hewan kurbannya, dan mencukur rambutnya sendiri. Melihat tindakan Nabi SAW, para sahabat akhirnya tersadar. Mereka pun segera mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Mereka menyembelih hewan kurban mereka, dan mencukur rambut mereka sebagai tanda tahalul.
Pelajaran dari Peristiwa Ini
Peristiwa Perjanjian Hudaibiyah memberikan banyak pelajaran bagi kaum Muslimin. Meskipun tampaknya merugikan pada awalnya, perjanjian ini akhirnya membawa banyak kebaikan. Rasulullah SAW, dengan kebijaksanaan dan keteguhan hatinya, memahami bahwa perjanjian ini akan membuka pintu bagi penyebaran Islam yang lebih luas.
Para sahabat, meskipun kecewa, belajar untuk mempercayai keputusan Nabi SAW sepenuhnya. Mereka menyadari bahwa di balik setiap keputusan Nabi SAW, selalu ada hikmah yang mungkin belum mereka pahami saat itu. Perjanjian Hudaibiyah bukanlah kekalahan, melainkan awal dari kemenangan besar bagi kaum Muslimin. Setahun kemudian, kaum Muslimin diizinkan masuk ke Makkah untuk menunaikan umrah, dan tidak lama setelah itu, Makkah pun terbuka bagi Islam.
Sikap kekecewaan para sahabat di peristiwa ini mencerminkan betapa manusiawi dan penuh emosi mereka sebagai pengikut yang setia. Namun, pelajaran terbesarnya adalah bagaimana mereka akhirnya tetap mematuhi perintah Rasulullah SAW dan menyadari bahwa setiap langkah yang diambil oleh Nabi SAW selalu berdasarkan wahyu dan kebijaksanaan yang mendalam.
Post a Comment for "Sikap Awal Sahabat Pada Peristiwa Perjanjian Hudaibiyah"
Post a Comment
PERHATIAN :
Balasan dari komentar anonim/ unknown akan dihapus setelah 24 jam.
Menyisipkan Link hidup akan langsung DIHAPUS
Terimakasih sudah berkenan untuk berkunjung.
Simak juga komentar yang ada karena bisa jadi akan lebih menjawab pertanyaan yg akan diajukan.