LINGKARAN TAK BERBEKAS
Hari
ini hari Sabtu, hari terakhirku mengosongkan kamar. Kamar yang sudah setahun
aku tempati. Sudah menjadi tradisi kami setiap tahun
berpindah tempat tinggal di tanah rantau meskipun masih satu keluarga
(Manajemen).
Kami
(bersama dengan saudara seperjuangan) setiap tahunnya menyewa dua atau tiga
rumah yang nantinya akan kami tempati. Kami menyebutnya wisma, wisma islami.
karena disana tidak hanya sekedar kontrakan biasa. Ada aktifitas keislaman
setiap paginya, saling menyemangati dalam kebaikan, dan saling menyemangati
agar tidak menjadi mahasiswa yang biasa. Mahasiswa yang hanya sibuk di kamar,
kampus dan kantin.
Penghuni
wisma diarahkan untuk aktif dalam kajian keislaman, organisasi intra ataupun
ekstra. Jebolan wisma kami tak jarang menjadi “aktor” dikampusnya dari Ketua
departemen/ Menteri samapai dengan Ketua
umum baik di lembaga da’awi, siyasi atau ‘ilmi.
Setiap
tahunnya di wisma akan ada arahan siapa yang dipindah dan siapa yang tetap
serta siapa yang dikeluarkan. Setiap tahunnya aku kebagian berpindah-pindah
tempat. tergantung arahan dari “sesepuh” (manajemen) aku harus ditempatkan di wisma mana. bukan
perkara murah atau tidak betah tapi insyaAllah atas pertimbangan dakwah. Meskipun
sekarang sudah mulai meluntur, kenyamanan bangunan fisik yang menjadi alasan
untuk berpindah ataupun bertahan ataupun malas memindahkan barang yang seabrek
diwisma lama, bukannya atas dasar kebutuhan atau pembinan.
Hari
ini tinggal mengangkut satu lemari plastik
dan beberapa kardus isi buku bacan dan bahan kuliah. Aku berharap bisa
lebih cepat memindahkan semuanya, biar
bisa mempersiapkan acara malam mingguan bersama yang tercinta. Ya acara
“ritual” pekanan bersama beberapa keluarga ku di Semarang. Aku menyebutnya
Halaqoh Pekanan atau Liqa.
Agenda
itu sudah Aku patenkan dan tidak bisa diganggu gugat dengan agenda organisasi,
(ekstra/ intra) tugas kuliah atau laporan praktikum, kecuali ada hal yang lebih
penting / syar’i lainnya. Serta berusaha datang tepat waktu dengan
menyelesaikan segera pekerjaan pekerjaan yang diprediksi akan berbenturan
dengannya.
Tepat
sebelum waktu ashar acara pindahan ku selesai. Selepas shalat ashar mulai ku
tata dan ku rapikan kamar baru itu. Teman satu kamarku masih di lauhul mahfud, alias masih sekamar
sendiri. Biasanya akan terisi setelah ada registrasi ulang mahasiswa baru. Ya,
sekitar satu bulanan lagi insyaAllah.
Tak
terasa waktupun cepat berlalu adzan maghrib berkumandang dan alhamdulilah kamar
baru ku sudah siap pakai. Tinggal persiapan pematangan kultum dan hafalan untuk
halaqoh malam ini. Setelah shalat isya, pukul 19.45 ku bergegas ke Halaman
Kampus yang akan di pakai liqa malam ini. Dari jauh terlihat tiga sosok pemuda
paruh baya duduk beralaskan backdrop
bekas tepat di tempat yang akan kami pakai liqa malam ini. Ternyata sang
Murabbi dan dua saudara ku sudah hadir, aku pun bergegas menghampiri dan
langsung menjabat tangannya.
“Assalamu’alaikum”, sapa ku hangat. “Wa’alaikumsalam”,
jawab mereka serentak.
Kelompok
ku berjumlah Sembilan orang termasuk aku. Tinggal menunggu enam orang lagi. Beberapa
menit kemudian datang dua orang lagi dan langsung merapatkan lingkaran. Tepat
pukul 20.00 acarapun dimulai meskipun masih ada empat orang yang belum hadir.
diawal kita telah membuat kesepakatan waktu normal adalah 3 jam (kecuali ada
hal serius yg blm selesai dan segera diselesaikan), dihitung dari waktu
dimulainya acara jika ustad tidak terlambat. Jadi kalau mulai jam 21.00 msks
selesainya minimal jam 24.00. Namun jika
Ustad yang terlambat, maka waktu mulainya liqo dianggap tepat jam 20.00
meskipun sang ustad baru datang jam 22.00 berarti pertemuan kita cuma satu jam
bersama beliau.
Setelah
ditelusuri yang tidak berangkat, dua oarang memberi kabar dan dua orang lain
lagi abesn alias tanpa kabar. Dari dua yang memberi kabar satu mengerjakan
laporan dan yang satu ada rapat BEM Fakultas. Setiap kali berbenturan dengan
rapat organisasi dia lebih memilih rapat dari pada ikut agenda pekanan, begitu
juga dengan satu orang yang tanpa kabar, beliau lebih mementingkan futsalan
dari pada agenda pekanan. Sebenarnya kalau kita sudah faham dengan selogan ISLAM
QOBLA JAMAAH maka kita akan lebih
mengutamakan ngaji dari pada Organisasi.
Setelah
sesi diskusi, baramijpun sampai pada mutabaah adho’. Biasanya sesi ini yang paling lama. Bisa mengambil
jatah 2/3 dari jadwal yg sdh dialokasikan, dan kali ini mungkin akan lebih lama
lagi setelah salah seorang peserta mengutarakan pertanyaan yang membuat kami
semua harus introspeksi. Menyinggung esensi dari aktifitas pekanan yang kita
lakuakan.
“’afwan
ustad, sudah beberapa pekan ini setelah mengikuti aktifitas ini saya menanyakan
kepada diri sendiri kenapa materi, diskusi dan motivasi dari teman-teman semua
hanya bermanfaat pada saat aktifitas ini berlangsung. Setelah liqo ini selesai
materi dan hasil diskusi pun selesai tanpa penerapan atau aplikasi. Ini yang
menjadi fikiran saya sebelum tidur kalo baru selesai liqo” mohon pencerahannya.
Beberapa orang yag lain pun membenarkan
hal itu. Aku pun mulai memutar pikiran. Ya, karena hal itupun menjadi
pertanyaanku. Aku hanya terdiam merasa bersalah dan menunggu apa yang akan ustad katakan.
Ustadpun
melempar pertanyaan tersebut pada yang lain, menjaring pendapat ataupun
aspirasi dari mereka. Meskipun demkian tak ada yang berani berpendapat. Yang
keluar dari kebanyakan orng adalah “iya, sama ustad. Saya juga demikian”
*******
Wahai
ikhwah, pernahkah antum mendengar kabar dari Hanzalah r.a yang menganggap
dirinya orang munafik? Karena ketika ia berada di majelis rasulullah ia ingat
akan surga dan neraka tetapi ketika ia berda di rumah, ia lebih asyik
bercengkrama dengan keluarganya seakan lupa dengan apa yang Rasulullah
nasehatkan. Ketika Hanzalah ra bertemu Abu Bakar ra iapun menceritakan hal
demikian. Abu Bakar ra berkata, “Subhanallah! Apa yang engkau katakan? Sekali-kali
Hanzhalah bukanlah seorang munafik.” Abu Bakar ra. berkata “Kalau begitu,
keadaan saya juga demikian.”
Kemudian
kami berdua menghadap Rasulullah saw. Saya berkata, “Ya, Rasulullah, saya telah menjadi orang munafik!” Nabi saw.
bertanya. “Apa yang telah terjadi?”
Saya menjawab, “Ya, Rasulullah, jika kami
berada di majelismu dan engkau menceritakan tentang surga dan neraka kepada
kami, kami merasa takut. Namun, jika kami kembali ke rumah menjumpai anak-istri
kami, bercanda dan bermain bersama mereka, kami melupakan surga dan
neraka.”
Mendengar
penjelasan saya, Nabi saw. bersabda, “Demi Allah Yang jiwaku ada di tangan-Nya, jika setiap saat
keadaanmu seperti ketika berada di dekatku, dan terus berzikir, niscaya
para malaikat akan mengucapkan salam kepadamu, baik Antum berada di atas tempat
tidur maupun di jalanan. Akan tetapi, wahai Hanzalah yang demikian itu jarang
terjadi.” (HR Muslim).
Setelah
berhenti sejenak, beliaupun melanjutkan kalimatnya. “Apa yang dialami Hanzalah
dan Abu Bakar r.a juga sering menimpa aktifis dakwah, pada saat berada dan di majelis ilmu (Training, Seminar, halaqoh
dan majelis lainnya) ia semangat, begitu pula setelahnya ia masih ada sisa
gelora tetapi semakin lama mereda. Semangat itu hanya bisa bertahan beberapa
hari. Ini juga salah satu ibroh
kenapa halaqoh di adakan seminggu sekali. Salah satunya agar bisa menyambung
semangat. Kalau kita berada di majelis ilmu terus, itu juga tidak mungkin.
Kalau begitu kapan kita bertarungnya kalau latihan terus-menerus. Kapan kita
dakwahnya kalau kita ngaji terus-menerus. Kapan kita aksinya kalo kita trening
terus-menerus. Jika adapun itu jarang terjadi. Kita bukan seperti ibunda maryam
yang mengkhususkan berkhalwat kepada
Allah swt tanpa aktifitas lainnya. Kita manusia yang wajib bersosialisasi dan
hendaknya memberi manfaat kepada orang lain dari kontribusi kita dikampus
ataupun diluar kampus?”
“Kalau
antum bertanya kenapa tak ada perubahan pada diri, mari kita introspeksi diri
saja. Ana Introspeksi diri ana pribadi
dan antum introspeksi diri antum masing masing sudahkah kita memaksimalkan
aktifitas pekanan ini?”
“
kita introspeksi kesungguhan kita untuk hadir di majelis ini. ?”
“Kita
introspeksi kehadiran kita dimajelis ini, bersegerakah atau menundakah?, tepat
waktukah atau sedikir terlambatkah?”
“Kita
introspeksi kehadiran kita dimajelis ini ketika ditugaskan sang murabbi baik
membuat artikel, silaturahim, ikut dauroh ataupun baca buku sudahkah kita
menunaikan dengan ikhlas dan sungguh-sungguh?”
Padahal
itu ia lakukan agar kita menambal kekurangan kita dengan tugas-tugas yang ia
berikan, tapi kita acuh dan cuek dan tak jarang melupakannya.
“Kita
instrospeksi kehadiran kita dimajelis ini ketika sesi tahfidz apakah kita menyetor ayat
baru atau hanya bolak balik dg apa yang disetor kemaren?”
“Kita
instrospeksi diri, ketika menjadi petugas kultum apakah kita benar-benar mencari
bahannya dan menyampaikan dengan siap di majelis itu?”
“Ketika sesi materi apakah fikiran antm fokus
dengan apa yang sedang disampaikan? Sudahkan mengesampingkan sebentar laporan,
tugas kuliah, organisasi atau fikiran lainnya?”
“Kita
instrospeksi diri, ketika ada kewajiban tarbiyah tsaqofiyah (Tasqif), tarbiyah
jasadiyah (Mukhoyam) sudahkn kita menyambut seruan itu dengan ikhlas dan
sungguh-sungguh?”
“Kita
instrospeksi diri, ketika kita disebut aktifis berapa juzkah tilwah kita dalam
sehari?” serta seberapa semangatkah kita menuntaskan targetan amalan yaumiyah
lainnya?”
Semua
sarana tarbiyah itu lah yang di ikhtiarkan muasis
dakwah kita dengan tujuan kita menjadi kader yang syumul dan kader rabbani.
Ketika kita hanya menerima yang lain dan menolak yang lainnya maka jangan heran
kalau kita tidak mendapatkan hasil maksimal dari aktifitas ini.
Terkadang
kita hanya hadir dimajelis dengan suasana zombie, suasana tanpa persiapan yang
membuat agktifitas pekanan ini menjadi tak ruh dan semangat perbaikan diri.
Sudahkah
kita fahami rukun halaqoh yang menjadi dasar kita mengeratkan ikatan kita degan
saudar kita yang lain karena Allah.
Semuanya
kembali kepada kita masing masing. Kita ditarbiyah dengan goal setting yang sama. Tinggal kitanya mau optimis menyamakan diri
dengan yang lain degan menambah kapasitas diri kita atau menyerah dengan
kondisi.
Dengan
sarana-sarana itulah salah satunya yang akan membentuk karakter diri kita dan
semuanya saling melengkapi satu sama lain.
Semuanya
itu untuk kebaikan kita sendiri, tapi sudahkan kita melaksanakan dengan ikhlas
dan sungguh-sungguh?
Antum
adalah rijal masakini dikampus Antum, kabanyakan dari Antum bisa dibilang
menjadi pemimpin dilembaganya. Maka dari itu tunjukkanlah bahwa antum adalah
seorang muslim.
*******
Subhanallah,
kata-kata itu bagai gemuruh di siang bolong, Menegurku dengan dalamnya,
interaksi apakah yang sudah aku lakuakan dalam aktifitas ini. Hanya sekedar
ikutikutan kah, atau hanya sekedar ingin dibilang ikhwah tarbiyah atau yang
na’udzubillah lagi apakah hanya karena ingin posisi strategis di lembaga
kampus.
Ketika
diri ini sedang futur dengan segala hal yang berhubungan dengan tarbiyah maka
aku mulai sadar dan mengingat kembali apa yang disampaiakn ustad malam itu. Ketika
tarbiyah tak berbekas bukan tarbiyahnya yang salah tapi sekali lagi apa yang
sudah aku lakukan dalam lingkaran ini, sudah kah aku mengenal lebih djauh dan
lebih dalam dengan aktifitas ini? Apakah akusudah maksimal dengannya atau hanya
ala kadarnya.
Ini
renungan pribadi tanpa bermkasud melukai atau menyidir yang lain.
“Ya rabb, lembutkan lah hati kami
dalam meerima hidayahmu yang engkau perantarakan melalui aktifitas ini”.
Allahu’allam bishowab
Post a Comment for "LINGKARAN TAK BERBEKAS"
Post a Comment
PERHATIAN :
Balasan dari komentar anonim/ unknown akan dihapus setelah 24 jam.
Menyisipkan Link hidup akan langsung DIHAPUS
Terimakasih sudah berkenan untuk berkunjung.
Simak juga komentar yang ada karena bisa jadi akan lebih menjawab pertanyaan yg akan diajukan.