Ikhtiar Menyambut Buah Hati 12 - Sunah-Sunah Pada Bayi Baru Lahir



Setalah perjuangan luar biasa yang dialami seorang ibu dalam masa kehamilan, persalinan dan melahirkan, tentu aura bahagia akan terpancar dari wajah sang ibu. Bahkan kebahagiaan itu bukan hanya dirasakan oleh saorang ibu saja, tapi juga keluarga lainnya baik keluarga dekat atau yang paling jauh sekalipun.

Kebahagian itu tentunya tidak menjadikan kita lupa melakukan suatu amalan yang dianjurkan (sunnah). Sebagai bentuk rasa syukur kita dan sebagai bukti kita cinta pada Rasulullah Muhammad saw. Tentunya harus diukur dengan kemampuan diri dan tidak terlalu memaksakan kehendak. Namanya juga amalan sunnah, jika kita mampu, sangat dianjurkan untuk dilakukan tapi jika tidak mampu karena satu dan lain hal tidak usah dipaksakan. 

Jika memang diawal kita sudah meniatkan diri akan menjalankan sunnah tapi tidak terlaksana karena alasan yang jelas, tentu  malaikat sudah mencatatnya sebagai suatu amalan kebaikan.

Lantas Sunnah apa saja yang hendaknya dilakukan setelah kelahiran seorang bayi (anak)?

1. Menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang tercinta
Ketika mendapatkan berita gembira hendaknya kita memberitahu orang-orang tercinta kita. Orang-orang yang tidak sempat membersamai kita juga sangat berharap agar segera mendapat berita baik dari proses kelahiran yang dijalani. 

Begitu juga apa yang dilakukan oleh malaikat Jibril, memberi kabar  gembira kepada Zakariya atas kelahiran putranya atas perintah Allah.

"Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedangkan ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (ia berkata): “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya”. (QS. Ali Imraan: 39)

2. Mengadzani

Mengadzani bayi merupakan amalan yang tidak asing bagi para nahdliyin begitu juga pengikut mazhab imam syafii. Tapi hendaknya amalan tersebut bukan hanya sebatas ikut-ikutan tapi juga harus diketahui dasar hukumnya. Banyak yang mengamalkan, tapi tidak sedikit juga yang memilih untuk tidak melaksanakan amalan ini karena hadisnya dianggap lemah atau bahkan palsu. 

 
رَوَى أَبُو رَافِعٍ : رَأَيْتُ النَّبِيَّ  أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ
Abu Rafi meriwayatkan : Aku melihat Rasulullah SAW mengadzani telinga Al-Hasan ketika dilahirkan oleh Fatimah. (HR. Abu Daud, At-Tirmizy dan Al-Hakim)

Secara status hadits, Al-Imam At-Tirmizy menegaskan bahwa yang beliau riwayatkan itu adalah hadits hasan shahih. Demikian juga Al-Imam Al-Hakim menyebutkan keshahihan hadits ini juga. Al-Imam An-Nawawi juga termasuk menshahihkan hadits ini sebagaimana tertuang di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab [Al-Imam An-Nawawi, Al-Majmu' Syarah Al-Muhzdzdzab, jilid 9 hal. 348]. 

 3. Mentahnik   

 Mentahnik (mengunyah buah kurma, lalu mengolesinya ke langit-langit mulut si bayi, atau jika tidak ada dengan madu) dan mendoakan keberkahan untuknya (seperti mengucapkan “Baarakallahu fiih”).
عَنْ أَبِى مُوسَى – رضى الله عنه – قَالَ : وُلِدَ لِى غُلاَمٌ ، فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ ، فَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ ، وَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ.

Dari Abu Musa ia berkata: Anak saya lahir, lalu saya membawanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, kemudian Beliau menamainya Ibrahim, mentahkniknya dengan kurma dan mendoakan keberkahan untuknya.” (HR. Bukhari)

4. Memberi nama

Memberinya nama (bisa dilakukan pada hari lahirnya, hari ketiga atau hari ketujuh), dan hendaknya seorang bapak memilih nama yang baik untuk anaknya. Ciri nama yang baik adalah enak didengar, mudah diucapkan oleh lisan, mengandung makna yang mulia dan sifat yang benar dan jujur, jauh dari segala makna dan sifat yang diharamkan atau dibenci agama, seperti nama asing yang tidak jelas, tasyabbuh (menyerupai) nama orang-orang kafir dan nama yang memiliki arti buruk.

Hadits Riwayat Muslim
Nabi Muhammad SAW bersabda: "Sesungguhnya nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman." (HR. Muslim no. 2132). Hadits ini menunjukkan bahwa nama-nama yang memiliki makna baik dan mengandung penghambaan kepada Allah sangat dianjurkan.

Hadits Riwayat Ibnu Majah
Nabi Muhammad SAW bersabda: "Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama kalian dan nama-nama bapak kalian, maka perbaguslah nama-nama kalian." (HR. Ibnu Majah). Hadits ini menekankan pentingnya memilih nama yang baik karena nama tersebut akan digunakan di dunia dan akhirat.

Hadits Riwayat Abu Darda
 Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Darda, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama kalian dan nama-nama bapak kalian, maka perbaguslah nama-nama kalian." Hadits ini juga dijadikan landasan oleh Imam An-Nawawi dalam bab Istiḥbāb Tahsīnil Ism (anjuran memperindah nama atau memberi nama yang baik).

Dalil dari Al-Qur'an

Surah Maryam Ayat 7
Allah SWT berfirman: "Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia." (QS. Maryam: 7). Ayat ini menunjukkan bahwa Allah sendiri memberikan nama yang baik kepada Nabi Yahya, yang merupakan contoh bagi umat Islam untuk memberikan nama yang baik kepada anak-anak mereka.
Praktik dan Anjuran dalam Islam

Memilih Nama Para Nabi dan Orang Shalih
Nabi Muhammad SAW menganjurkan untuk memberi nama anak dengan nama para nabi dan orang-orang shalih. Hal ini bertujuan agar anak dapat meneladani sifat-sifat baik dari tokoh-tokoh tersebut.

Nama yang Memiliki Makna Baik
Islam tidak mewajibkan nama harus berbahasa Arab, tetapi yang terpenting adalah nama tersebut memiliki makna yang baik. Nama yang baik akan memberikan pengaruh positif bagi pemiliknya dan diharapkan dapat mencerminkan karakter yang baik pula.

Waktu Pemberian Nama
Disunnahkan untuk memberikan nama pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan bahwa pemberian nama dilakukan pada hari ketujuh.

Dengan demikian, pemberian nama yang baik kepada bayi bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga memiliki landasan yang kuat dalam ajaran Islam. Nama yang baik diharapkan dapat menjadi doa dan harapan bagi masa depan anak tersebut.

5. Mencukur Rambut

Mencukur habis rambutnya (baik anak laki-laki maupun anak perempuan) dan bersedekah kepada orang-orang miskin dengan perak atau senilainya sesuai berat rambutnya ketika ditimbang. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada Fathimah saat ia melahirkan Al Hasan:

يَا فَاطِمَةُ اِحْلِقِيْ رَأْسَهُ وَتَصَدَّقِيْ بِِزِنَةِ شَعْرِهِ فِضَّةً
Wahai Fathimah! Cukurlah rambutnya dan bersedekahlah sesuai berat rambutnya dengan perak.” (HR. Ahmad, Malik, Tirmidzi, Hakik, dan Baihaqi, dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi no. 1226)

Dalam mencukur anak, kita dilarang mencukur dengan model qaza’ (mencukur sebagian kepala dan meninggalkan sebagian yang lain). Termasuk qaza’ adalah:
  • Mencukur secara acak.
  • Mencukur bagian tengah kepala dan meninggalkan pinggir-pinggirnya.
  • Mencukur pinggir-pinggir kepala dan meninggalkan bagian tengahnya.
  • Mencukur bagian depan kepala dan meninggalkan bagian belakang.

6. Bersedekah Seberat Rambut Bayi

Bersedekah seberat rambut bayi setelah mencukur rambutnya pada hari ketujuh kelahiran adalah praktik yang dianjurkan dalam Islam. Berikut adalah beberapa dalil yang mendasari anjuran tersebut:

Hadits dari Samurah bin Jundub
Rasulullah SAW bersabda:
 "Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuhnya, digundul rambutnya dan diberi nama." 
- (HR. Abu Daud no. 2838, An Nasai no. 4220, Ibnu Majah no. 3165, Ahmad 5/12)

Hadits dari Ali bin Abi Thalib
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib, Rasulullah SAW meminta Fatimah untuk mencukur rambut Hasan dan Husain serta bersedekah dengan perak seberat rambut tersebut:
 "Rasulullah SAW mengakikahi Sayidina Hasan dengan satu ekor kambing, kemudian beliau berkata kepada Fatimah; 'Cukur rambutnya dan bersedekahlah dengan perak seberat rambut itu.' Fatimah pun menimbang rambut itu, dan beratnya sekitar satu dirham atau kurang dari satu dirham." 
- (HR. Tirmidzi)

Praktik Fatimah radhiyallahu 'anha
Fatimah, putri Rasulullah SAW, melakukan praktik ini dengan mencukur rambut Hasan dan Husain serta bersedekah dengan perak seberat rambut mereka:
"Sesungguhnya Fatimah radhiyallahu 'anha mencukur rambut Hasan dan Husain, dan bersedekah dengan wariq (perak) seberat rambutnya." 
- (HR. Ahmad dan Malik)

Hikmah
Bersedekah seberat rambut bayi memiliki hikmah sebagai bentuk amal dan kepedulian terhadap orang lain, serta sebagai tindakan syukur atas kelahiran anak. Ini juga mencerminkan ajaran Islam tentang pentingnya berbagi dan beramal.

Dengan demikian, bersedekah seberat rambut bayi adalah sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan dipraktikkan oleh para sahabatnya.

7. Melaksanakan Aqiqah

‘Aqiqah artinya hewan yang disembelih untuk bayi yang baru lahir. Aqiqah termasuk hak anak yang hendaknya dipenuhi orang tua. Hukumnya sunnah mu’akkadah (sunnah yang sangat ditekankan), Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَعَ الْغُلاَمِ عَقِيقَةٌ ، فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَماً وَأَمِيطُوا عَنْهُ الأَذَى
Setiap anak hendaknya ada ‘aqiqah. Oleh karena itu, tumpahkanlah darah dan singkirkanlah kotoran.” (HR. Bukhari)

Maksud “tumpahkanlah darah” adalah dengan disembelihkan hewan untuknya. Sedangkan maksud “disingkirkan kotoran” adalah dengan dicukur rambutnya. Untuk anak laki-laki, disembelihkan dua ekor kambing yang sepadan (baik usia, jenis maupun fisiknya), sedangkan untuk anak perempuan satu ekor kambing.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا; , أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَمْرَهُمْ; أَنْ يُعَقَّ عَنْ اَلْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ, وَعَنْ اَلْجَارِيَةِ شَاةٌ –
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka (para sahabat) agar beraqiqah dua ekor kambing yang sepadan  untuk bayi laki-laki dan seekor kambing untuk bayi perempuan. (HR. Tirmidzi, dan ia menshahihkannya)

Jika tidak sanggup dua ekor kambing untuk bayi laki-laki, maka tidak mengapa seekor kambing.
Waktu ‘aqiqah adalah pada hari ketujuh, jika tidak bisa maka pada hari keempat belas dan jika tidak bisa, maka pada hari kedua puluh satu. Imam Ahmad berkata: “Disembelih pada hari ketujuh, jika tidak dilakukannya, maka pada hari keempat belas dan jika tidak dilakukannya, maka pada hari kedua puluh satu.”[1]

Catatan seputar ‘aqiqah:
  • Ø Ahkam (hukum seputar) hewan yang di’aqiqahkan sama dengan hewan udh-hiyyah (kurban), baik usianya, selamatnya dari cacat, maupun pembagiannya. Hanya saja dalam ‘aqiqah tidak berlaku musyaarakah (patungan).
Jika kambing maka usianya setahun atau lebih, tidak boleh usianya kurang dari yang disebutkan. Jika berupa biri-biri/domba maka yang usianya setahun atau lebih di atas itu. Namun jika tidak ada biri-biri yang usianya setahun maka boleh yang mendekati setahun.

Untuk pembagiannya juga sama seperti pembagian kurban, yakni dianjurkan membagi-bagikan kurban menjadi tiga bagian. Misalnya sepertiga dimakan orang yang berkurban, sepertiga disedekahkan kepada orang fakir dan sepertiga lagi untuk dihadiahkan kepada kerabat atau tetangga.
  • Ø Dianjurkan tulang hewan aqiqah yang sudah disembelih tidak dipatah-patahkan atau dipecahkan. Dalam hadits disebutkan:
وَكُلُوْا وَأَطْعِمُوْا وَلاَ تَكْسِرُوْا مِنْهَا عَظْماً وَكَانَ يَقُوْلُ : تُقْطَعُ جُدُوْلاً وَلاَ يُكْسَرُ لَهَا عَظْمٌ
Makanlah, berikanlah kepada orang lain dan janganlah kamu pecahkan tulangnya, Beliau juga bersabda: “Dipotong anggota badannya, namun tulangnya tidak dipecahkan.” (HR. Hakim dalam Mustadrak, ia berkata “Shahih isnadnya” dan disepakati oleh adz-Dzahabiy, namun dianggap cacat oleh Syaikh al-Albani)

Namun karena hadits ini dianggap cacat, maka kembali kepada hukum asal, yaitu boleh dipatah-patahkan. Wallahu a’lam. Aqiqah adalah tradisi dalam Islam yang melibatkan penyembelihan hewan sebagai bentuk rasa syukur atas kelahiran seorang anak. Meskipun tidak wajib, aqiqah sangat dianjurkan (mustahabb) dan dianggap sebagai sunnah. Berikut adalah beberapa dalil yang mendasari pelaksanaan aqiqah:

Dalil dari Hadis
Hadis dari Salman bin Amir Ad-Dhabbi:
Rasulullah SAW bersabda: "Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (hewan) untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Hadis dari Aisyah RA:
Aisyah RA berkata: "Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk menyembelih dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan." (HR. Tirmidzi).


Mayoritas Ulama:
Mayoritas ulama sepakat bahwa aqiqah adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Mereka mendasarkan pendapat ini pada hadis-hadis yang menyebutkan tentang pelaksanaan aqiqah dan praktik yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya.

Pendapat Imam Malik
Dalam kitab Muwatta Imam Malik, disebutkan bahwa Fatimah, putri Rasulullah SAW, menyumbangkan perak seberat rambut anak-anaknya yang dicukur sebagai bagian dari aqiqah mereka.

Waktu Pelaksanaan:
Aqiqah biasanya dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran anak. Jika tidak memungkinkan, dapat dilakukan pada hari keempat belas atau kedua puluh satu. Jika masih belum memungkinkan, aqiqah dapat dilakukan kapan saja sebelum anak mencapai usia pubertas.

Jumlah Hewan yang Disembelih:
Untuk anak laki-laki, disembelih dua ekor kambing atau domba, sedangkan untuk anak perempuan cukup satu ekor kambing atau domba.

Pembagian Daging:
Daging dari hewan yang disembelih dibagikan kepada keluarga, teman, dan orang-orang miskin. Sebagian besar ulama menyarankan agar sepertiga dari daging tersebut diberikan sebagai sedekah kepada yang membutuhkan.


Aqiqah adalah praktik yang sangat dianjurkan dalam Islam sebagai bentuk rasa syukur atas kelahiran seorang anak. Meskipun tidak wajib, pelaksanaannya didasarkan pada berbagai hadis dan pendapat ulama yang menunjukkan pentingnya tradisi ini dalam kehidupan seorang Muslim. Dengan demikian, melaksanakan aqiqah adalah cara untuk mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW dan menunjukkan rasa syukur kepada Allah SWT atas karunia anak yang diberikan.

8. Mengkhitan

Dalam Islam, khitan (sunat) bagi bayi baru lahir memiliki dasar hukum yang kuat dan dianggap sebagai sunnah yang dianjurkan. Berikut adalah beberapa dalil yang mendukung praktik khitan pada bayi baru lahir:

Ajaran Nabi Ibrahim:
Khitan merupakan ajaran dari Nabi Ibrahim yang kemudian diikuti oleh umat Islam. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, disebutkan bahwa Nabi Ibrahim berkhitan pada usia 80 tahun dengan menggunakan kapak:
 "Ibrahim -Al Kholil- berkhitan setelah mencapai usia 80 tahun, dan beliau berkhitan dengan kampak." (HR. Bukhari).

Perintah Nabi Muhammad SAW:
Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan khitan bagi laki-laki yang baru masuk Islam. Ini menunjukkan pentingnya khitan dalam ajaran Islam:
"Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad): Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan." (An Nahl: 123).

Pendapat Ulama:
Para ulama memiliki pandangan yang berbeda mengenai hukum khitan. Sebagian besar ulama, termasuk Imam Syafi'i, menganggap khitan sebagai wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi perempuan. Dalam kitab Fiqh Sunnah, Syaikh Sayid Sabiq menyebutkan beberapa pendapat mengenai hukum khitan:
   - Wajib bagi laki-laki dan perempuan.
   - Sunnah (dianjurkan) bagi laki-laki dan perempuan.
   - Wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi perempuan.

Praktik di Kalangan Sahabat dan Tabi'in:
Praktik khitan juga dilakukan oleh para sahabat dan tabi'in, yang menunjukkan bahwa ini adalah tradisi yang telah lama dijalankan dalam Islam.

Manfaat Kesehatan:
Selain dalil-dalil agama, khitan juga memiliki manfaat kesehatan yang diakui secara medis. Misalnya, khitan dapat mengurangi risiko infeksi saluran kemih dan penyakit menular seksual.

Dengan demikian, khitan pada bayi baru lahir memiliki dasar yang kuat baik dari sisi agama maupun kesehatan. Praktik ini dianjurkan dalam Islam dan telah menjadi bagian dari tradisi umat Muslim sejak zaman Nabi Ibrahim hingga Nabi Muhammad SAW dan seterusnya.

 




Artikel terkait :

Post a Comment for "Ikhtiar Menyambut Buah Hati 12 - Sunah-Sunah Pada Bayi Baru Lahir"