Antara Ustad Kolang-Kaling dan Ustad Penampilan (bagian 2 Habis)
Ada
dua kisah tak serupa tapi sama. Tak serupa dalam hal jalan cerita dan sama
dalam hal ujung cerita. Saya dapatkan kisah ini degan jarak yang berbeda, yaitu
sekitar lima tahunan jaraknya. Biar bisa cepat terungkap mana yang shohih
langsung saja saya ceritakan kisahnya.
Kisah kedua
Taubat dan Merubah Penampilan
Islam memang baik dan mengatur semua
aspek untuk keharmonisan alam semesta. Tapi jika ada sesuatu yang buruk tentang
islam maka itu bukan buah dari islam, hanya ulah dari oknum yang tidak
bertanggung jawab. Bukan sistemnya yang salah tapi pelaksananya yang salah.
Begitu juga dengan apa yang terjadi pada
orang yang satu ini. Kita samakan saja inisialnya dengan Fulan. Ia seorang
preman dan menyadari perbuatannya tidak baik dan bertaubat. Ia minta bimbingan
sang ustad bagaimana tata cara taubat yang benar dan sang ustad menyaran kan taubatan nasuha dan membuang semua
perilaku dan barang yang haram.
Si Fulan pun menuruti nasehat sang
ustad. Di potong rambutnya biar rapi, dia mencoba mencari pekerjaan yang halal
dan dengan susah payah akhirnya ia dapatkan juga pekerjaan tersebut meskipuun
hasilnya tidak seberapa, berbeda jauh sekali nominalnya dari punglinya dipasar
atau hasil curiannya. Ia mencoba bersyukur dan mulai menyisihkan pendapatannya.
Dengan pendapatannya ia belikan gamis dan sorban yg akan dikenakannya
menunaikan sholat.
Sebelum kumandang subuh dia sudah
terbangun dan iapun telah menunaikan sholat malamnya. Ia tampil dengan Potongan
rapi, baju gamis yang baru, sorban putih yang melingkar dikepala. Setelah dinilai
rapi ia pun pergi ke masjid dengan perlahan sambil beristigfar meminta
pegampunan terhadap dosanya yang telah ia perbuat.
Jamaah shubuhpun satu persatu
berdatangan ke masjid. Hampir semua jamaah yang datang kemasjid melirik ke arah
si fulan. Jamaah sekitar tidak mengenali
si fulan karena penampilannya berbeda dari yang jamaah lihat selama ini. Tampilannya
berbeda dengan tampilan yang dulu, tak terlihat anting dan tato yang selalu ia
tampilkan untuk menunjukkan kesangarannya. Ia menjelma seorang lelaki bak
seorang ulama besar yang senantiasa siap menunaikan seruan Rabb-nya.
Jamaah pun kagum karna sekilas melihat
penampilan si Fulan. Sebagian besar mereka memandang bahwa kampungnya
kedatangan seorang ulama yang kharismatik.
Iqomahpun dikumandangkan, dan imam
masjid utama mempersilahkan si Fulan untuk menjadi imam shubuh kali ini, tapi
si Fulan menolaknya dengan halus “maaf, saya hanya orang biasa yang ingin
bertaubat yang baru belajar islam, tidak
pantas mengimami jamaah sekalian yang lebih terhormat dari pada saya”. Sang jamaahpun
dengan serentak mengucapkan masyaaAllah,
dan sang imam masjid tetap pun menambahkan “sungguh rendah hati benar saudara
ini”. Dan ia pun segera maju ke mihrab imam dan memimpin jamaah subuhnya.
Selepas dzikir subuh si fulan pun pulang
dan sebelum pulang dia menyalami beberapa jamaah yang ada.
Hari itu ia pun bekerja kembali di
tempat kerjanya. Waktu sudah menjelang shalat jumah, ia pun meminta izin kepada
bosnya untuk menunaikan shalat jumat. Dan si bos mengizinkannya. Setelah mendapat
izin dari bosnya ia pun menggendong tasnya ke kamar mandi. Ia mengganti baju
yang dikenakannya dengan pakaian yang ia
kenakan saat jamaah subuh. Si bos pun takjub dengan si Fulan tatkala ia pamit
meninggalkan tempat kerjanya dan melangkah ke masjid yang sama ketika ia shalat
subuh.
Di masjid baru ada takmir masjid yang
sedang menyiapkan tempat sholat jumat. Si Fulan memilih duduk di shaff terdepan.
Setelah shalat dua rakaat iapun duduk bersila dan berzikir dengan tasbihnya.
Jamaah sudah mulai berdatangan, jamaah
yang hadir pun menaruh prasangka baik kepada si Fulan. Prasangkanya sama seperti
yang ia sangkakan di kala subuh. Orang yang hendak mengambil posisi di samping
kanan kirinya menyalami Fulan sebelum melakukan shalat tahiyatul masjid.
Adzanpun berkumandang dan ruang tengah
masjid sudah penuh dengan jamaah, begitu juga teras bagain luar.
Ternyata orang yang duduk disebelah
kanannya adalah khatib yang bertugas pada hari itu. Sebelum melangkah kemimbar,
sang khotibpun mempersilahkan si Fulan untuk menggantikan khutbahnya tapi
sekali lagi si fulan menolak dengan halusnya. Jawabannya sama seperti yang ia
utarakan ketika ditawari menjadi imam shalat subuh. “maaf, saya hanya orang
biasa yang ingin bertaubat yang baru
belajar islam. Tidak pantas mengimami jamaah sekalian yang lebih terhormat dari
pada saya”. Para jamaahpun takjud dengan sikap tawadhunya, dan sang khotibpun
menerima permohonannya.
Khutbahpun selesai, sekali lagi sang
khoytib yang sekaligus imam shalat jumat mempersilahkan si Fulan untuk
mengimami shalat jumat tapi sang imampun menerima dengan lapang permohonan maaf
si Fulan. Ketika sang imam hendak melangkah ke mihrab imam, jamaah dari
belakang mendorong si Fulan kedepan dan si fulan dengan cepat berada di posisi
imam. Sang imam utamapun mengurungkan diri melangkah ke mihrab imam dan kembali
ke shaf makmum di shaff pertama. Ketika si Fulan ingin kembali ke shaff makmum,
ia di cegah oleh jamaah yang berada di haff depan dan diminta untuk meneruskan
dan menjadi imam shalat jumat. Dia pun sekali lagi meminta maaf tetapi permintaanya
kali ini di indahkan oleh jamaah dan dengan terpaksa iapun mengimami jamaah
sekalian.
Sebelum takbiratul ihram ada pergolakan
dalam hatinya. Masa ia seorang preman dan pencuri mengimami seorang ustad. Bacaanya
saya pun belum fasih. Surah pendek pun belum ada yang saya hafal. Masih sering
lupa dengan ayat ayat yang berusaha ia hafalkan. Al-fatihahpun ia masih belum
lancar melafadzkannya, masih terbata bata dan belum sesuai makhrojul huruf dan
ilmu tahsi qur’annya.
Dengan mengucap bismillah ia iapun
memasrahkan semuanya kepada Allah berharap Allah akan melancarkan lidahnya
untuk melantunkan bacaan shalat yang di jahrkan. Si Fulan pun memulai rangkaian
sholat jumaat degan takbir keras yang lirih dengan perasaan berat dan ketegagangan
yang ada.
Akhirnya sampai pada pembacaan surah al-fatihah,
si Fulan pun membancanya dengan terbata-bata dan cukup lama. Dengan keringat
yang bercucuran dan isak tangis karena ketegangan dan takut hafalannya hilang
atau lupa, tapi akhirnya bacaan tersebut bisa ia tuntaskan meskipun dengan waktu
yang cukup lama, hampir 15 menit hanya melafadzakan surat fatihah.
Tetapi perasaan jamaah berbeda dengan
perasaan si Fulan, jamaah berfikir bahwa si Fulan membaca surah fatihah dengan
khusus’ dam khidmat. Isakan tangis dan tubuh berkeringat menurut jaamah itu menandakan
bahwa hubungannya dengan Allah seperti dekat sekali seakan akan ia asedang berkomunikasi
dengan Allah. Akhirnya sebagian jamaahpun ikut menangis dan menghayati bacaan
surah fatihah.
Setelah
tuntas bacan fatihah sang imam dalam hatinya mengucap syukur alhamdulillah
karena bisa menamatkan bacaan fatiha dan tidak ada yang lupa meskipun harus
meyelesaikannya dalam waktu yang lama. Setelah membaca fatihah iapun berhenti sejenak
dan memikirkan surah pendek apa yang akan ia baca di rakaat pertama shalat
jumat.
Mengingat belum ada surah yang dihafal,
renungan itu menjadi semakin lama dan jamaahpun menanti dengan sabarnya. Ia tidak
menemukan surah yang akan dibacakan, ia gundah dan semakin cemas. Ia sudah
membaca di dalam hati surah al –ikhlas atau An-Nas serta Al Ashr tapi semuanya
hanya tuntas ayat pertama, ia tidak bisa melanjutkan ayat ayat selanjutnya.
Setelah
berfikir lama iapun mengambl sebuah sikap. Iapun lagi keluar masjid dengan
menangis kecil dan ia lepaskan tangisannya ketika berada di luar masjid. Semua makmumpun
keheranan, tanpa fikri panjang semua orang diruang utama berlari keluar
mengikuti si Fulan. Akhirnya di ruang utama pun tidak ada seorangpun karena
semua orang berkumpul disekitar si Fulan yang menjadi iman shalat jumat. Melihat
yang ada di ruang utama berlari keluar, Jamaah yang ada di teras masjidpun
mengikuti jamaah lainnya mendekati sang imam. Sebelum sang imam memberikan
penjelasan pada semua jamaah jumat. Tiba tiba bangunan masjidpun ambruk. Seluruh
jamaahpun mengucap syukur merasa diselamatkan oleh Allah lewat si imam tadi. Semua
jamaah sujud syukur dan bergantian memeluk sang imam. Sang imampun berdoa
kepada Allah dalam hati karena aibnya telah di tutupi Nya dengan skenario Allah
yang luar biasa.
Allahu ‘alah bishowab
Itulah dua kisah tak sama latar
belakangnya tapi di akhir ending kisah tersebut menemukan ada kesamaan. Allahu ‘alam kisah mana yang benar dan
ada sanadnya. Atau semuanya hanya sebatas kisah analogi atau motivasi belaka.
Kisah pertama saya dapatkan sebulan yang
lalu di acara pengajian masjid kampung sedangkan kisah kedua saya dapatkan di
semester awal ketika saya menjadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di
semarang. Baca Antara Ustad Kolang-Kaling dan Ustad Penampilan (bagian 1)
Post a Comment for "Antara Ustad Kolang-Kaling dan Ustad Penampilan (bagian 2 Habis)"
Post a Comment
PERHATIAN :
Balasan dari komentar anonim/ unknown akan dihapus setelah 24 jam.
Menyisipkan Link hidup akan langsung DIHAPUS
Terimakasih sudah berkenan untuk berkunjung.
Simak juga komentar yang ada karena bisa jadi akan lebih menjawab pertanyaan yg akan diajukan.