Antara Ustad Kolang-Kaling dan Ustad Penampilan (bagian 1)
Ada
dua kisah tak serupa tapi sama. Tak serupa dalam hal jalan cerita dan sama
dalam hal ujung cerita. Saya dapatkan kisah ini degan jarak yang berbeda, yaitu
sekitar lima tahunan jaraknya. Biar bisa cepat terungkap mana yang shohih
langsung saja saya ceritakan kisahnya.
Kisah pertama : Ustad
Kolang kaling
Islam KTP adalah penghargaan kepada
orang islam tetapi dia sendiri tidak mengamalkan ajaran islam. Hanya sebatas
tertuang dalam KTP nya saja. Sama halnya dengan orang yang satu ini, tapi
beruntung ia diberikan hidayah oleh Allah untum mengetahui isalm lebih jauh
meskipun kisahnya sedikit kocak, beruntung hidayahnya datang sebelum maut
menjemput, sebut saja namanya Fulan.
Fulan sadar bahwa sesungguhnya dia sudah
lama tidak mempelajari islam yang merupakan agamanya sejak lahir, akhirnya dalam
perjalanan kedewasaannya ia sadar akan hal itu dan ingin sekali belajar islam. Dengan
semangat yang ia miliki, ia mendatangi
pengajian pengajian dan sholat jamaah rutin.
Di hari pertama taubat ia mendatangi
masjid untuk sholat magrib berjamaah. Dengan mengenakan gamis putih dan sorban
yang sudah ia siapkan. Sebelumnya gamis dan sorban itu ia pesan khusus kepada
ibunya. Karena ia menginginkan ketika ia pergi ke masjid ia harus berpakain
rapi dan sopan seperti seorang kiayi. Meski tidak mengetahui bacaan sholat, ia
meyakini dengan mengikuti imam maka sholatnya akan sah. “Namanya juga tahap
awal, nanti saja akan mempelajari semua bacaan sholat” gumamnya dalam hati.
Akhirnya ia pun berangkat sholat magrib
dengan pakaian khas para ulama besar. Letak
masjid yang agak jauh dari rumahnya membuat jamaah juga jarang mengenal
aktifitasnya. Para jamaahpun melempar senyum pada si Fulan. Para jamaah
menyangka kampungnya kedatangan ulama besar dan orang-orangpun sepintas menghargai
si Fulan dengan hanya melihat penampilannya. Karena rumahnya agak jauh dari
masjid maka setelah selesai shalat magrib ia tidak langsung pulang kerumah, dia
berdiam diri didalam masjid sambil mengamati gerak gerik jamaah yang ada
disana.
Jamaah shalat magrib dan isya lumayan
banyak dan dia memperhatian beberapa orang memegang benda berbentuk lingkaran
yang dia mainkan setelah sholat. Saking jauhnya dari aktifitas islam ia pun
tidak mengetahui apa nama dan fungsi dari benda itu, ia memperhatikan mulut
orang-orang berkomat-kamit sambil memainkan benda tersebut.
Selepas shalat isya, setelah melempar
senyum pada jamaah lain iapun pulang kerumah dan sepulang dirumah ia menceritakan
pengalamannya shalat jamaah di masjid. Ia menceritakan tentang tasbih yang
diamainkan para jamaah setelah selesai sholat. Fulan pun mengutarakan pada
ibunya kalau ia menginginkan benda sepeti itu yang akan ia gunakan selepas
sholat. Sang ibu pun dengan sabar menjelaskan fungsi dari tasbih dan ia
berjanji akan memberinya tasbih esok hari.
Besoknya iapun bangun pagi-pagi dan
datang kemasjid guna menunaikan shalat subuh. Si Fulan ternyata menjadi jamaah
yang datang lebih awal. Iapun membuka pintu dan mencari saklar lampu yang
menerangi ruangan tengah masjid. Setelah ruangan terang iapun duduk di shaf
depan dan langsung duduk menyila dan berdzikir. Kekaguman yang sama seperti
shalat magrib dan isya muncul pada para jamaah subuh kepada si Fulan. Selepas sholat
subuh si Fulan pun bekerja seperti biasa dan pulang kerja selepas ashar. Dilingkungan
kerjapun ia taat menjalankan sholat wajib dilingkungan kantornya.
Sepulang kantor ia dibuatkan tasbih oleh
ibunya yang terbuat dari kolang-kaling dan tasbih itu ia bawa dan ia gunakan
saat sholat jamaah di masjid.
Selepas sholat magrib dan isya iapun
dengan khusu’nya berdzikir menggunakan tasbih kolang-kaling yang ia bawa. Menuju
perjalanan pulangnya, ia dicegat para pini sepuh masjid dan takmirnya. Setelah
diskusi panjang lebar di akhir percakapannya orang-orang itu meminta si Fulan
untuk mengisi khutbah jumat besok dengan alasan sang khotib berhalangan hadir
dan takmir masjid belum mendapat penggantinya. Ia pun meng-iyakan tawaran orang
orang itu.
Sepulang sholat jamaah, ia pun
menceritakan kejadian yang ada di masjid kepada ibunya. Ibunya pun mensupport
Fulan untk menjadi khatib jumat besok. Besok tanggal merah sehingga ia tidak
berangkat kekantor. Dia tidak terlalu memikirkan apa yang akan disampaikan saat
khutbah.
Iappun datang kemasjid 45 menit sebelm
adzan jumat. Dia jamaah pertama yang datang ke masjid selain takmir masjid yang
masih memperhatikan kesiapan masjid sebelum digunakan sholat jumat. Si Fulan
memilih duduk di shaff depan. Setelah sholat dua rakaat dia pun memainkan
tasbih kolang-kalingnya.
Mendekati adzan jumat, masjid menjadi
penuh hingga shaff terluar masjid. Giliran sang khotibpun tiba dan ia di instruksikan
muadzin utk bersiap menuju mimbar setelah dipersilahkan muadzin. Setelah mengucap
salam ia pun duduk mendengarkan adzan.
Kebingungan akhirnya melandi si Fulan, ia
bingung apa yang akan disampaikannya pada para jamaah padahal ia sendiri baru
belajar tentang islam dan aturan serta tata cara islam lainnya.
Dengan jantung dag-dig-dug dan keringat
yang mulai bercucuran ia pun tegang dengan kondisinya. Adzan pun selesai. Dengan
berat hati ia bangun dari kursinya dan sebisa mungkin menyampaikan apa yang ia
bisa sampaikan. Ia berdri lama tanpa mengucapkan apa-apa. Para jamaahpun harap
harap cemas.
Ucapan pertamanya saat khotbah yang
keluar dari mulutnya adalah ia menyuruh para jamaah untuk berdiri, “berdiri....!”para
jamaahpun dengan hati bertanya langsung mengikuti perintah sang khotib.
Bingung apa yang akan ia khutbahkan ia
pun tagang dengan keringat yang lebih deras mengalir dalam tubuhnya. Kalimat kedua
yang keluar dari mulut si Fulan adalah “lari....!” sambil iapun berlari
meninggalkan mimbar dan keluar dari masjid. Serempak dengan hati bertanya pada
sang imam para jaamaah mengikuti instruksi sang khotib. Akhirnya para jamaah
berkumpul di luar masjid di tanah lapang. Seketika setelah para jamaah merapat
ke khotib diluar masjid, bangunan masjid roboh dan rata dengan tanah. Serentak jamaah
mengucap Subhanallah innnalillahi wa inna ilaihii.....
Dengan robohnya masjid tersebut para
jamaah merasa terselamatkan dari maut dan semakin yakin dengan sosok sang
khotib bahwa ia adalah ulama besar yg punya karomah. Tetapi lain halnya dengan
fikiran sang khotib. Ia meras bersalah karena mengiyakan tawaran takmir masjid
untuk menjadi imam dan akhirnya Allah melaknatnya dengan meruntuhkan bangunan
masjid.
Allahu ‘alah bishowab
Sekarang
kita beralih pada kisah yang kedua yang tidak kalah hebat dari cerita pertama. Baca Antara Ustad Kolang-Kali dan Ustad Penampilan (bagian 2)
Post a Comment for "Antara Ustad Kolang-Kaling dan Ustad Penampilan (bagian 1)"
Post a Comment
PERHATIAN :
Balasan dari komentar anonim/ unknown akan dihapus setelah 24 jam.
Menyisipkan Link hidup akan langsung DIHAPUS
Terimakasih sudah berkenan untuk berkunjung.
Simak juga komentar yang ada karena bisa jadi akan lebih menjawab pertanyaan yg akan diajukan.